Sejak awal tahun 2000, banyak
kampus-kampus negeri yang telah melegalkan aktivitas mentoring sebagai
sarana pembinaan formal kegiatan keagamaan islam yang pelaksanaannya
diamanahkan kepada Lembaga Dakwah Kampusnya (LDK) masing-masing.
Aktivitas mentoring ini juga dimaksudkan sebagai follow up kegiatan
training kepribadian yang diikuti mahasiswa baru agar terjaga moral dan
perbuatannya dari perilaku-perilaku penyimpangan sosial. Aktivitas
mentoring ini oleh pihak rektorat kampus biasanya diintegrasikan dengan
mata kuliah agama yang pelaksanaannya diserahkan kepada LDK. Biasanya
Badan Pelaksanan Mentoring yang ada dalam sebuah struktur LDK sebagai
pelaksana teknis aktivitas mentoring, telah membagi jadwal mentoring
jurusan menjadi dua periode, yaitu periode semester ganjil dan periode
semester genap. Hal ini dilakukan karena terbatasnya pengajar/dosen
agama islam di kampus-kampus negeri sehingga mau tidak mau pihak
rektorat harus membuat regulasi mata kuliah agama islam ini agar lebih
teratur.
Pembagian jadwal yang seperti bukannya
tanpa masalah, dan menuntut LDK sebagai pelaksana mentoring harus cerdas
dalam melakukan manajemen mentoring. Kita akan mencoba menelaah
permasalahan yang ada karena pembagian jadwal yang seperti ini. Mungkin
beberapa orang diantara kita ada yang bertanya-tanya, mengapa LDK tidak membarengkan kegiatan
mentoring yang ada di jurusan sekaligus? Beberapa pertimbangan telah
menjadikan dasar bahwa pelaksanaan mentoring harus dibagi menjadi dua
periode. Beberapa faktor diantaranya adalah terbatasnya jumlah mentor
yang tersedia, penyesuaian dengan mata kuliah agama di beberapa jurusan,
serta jumlah massa yang begitu besar yang membutuhkan penanganan teknis
yang menyedot tenaga sangat besar.
Kembali ke topik utama, dengan adanya
penjadwalan yang seperti ini, maka otomatis akan ada beberapa jurusan
yang pelaksanaan mentoring wajibnya “terlambat” karena harus
dilaksanakan pada semester genap. Umumnya keluhan-keluhan dan rasa
khawatir muncul dari jurusan-jurusan yang pelaksanaan mentoring wajibnya
ada di semester genap. Mereka seolah-olah merasa kehilangan momentum
untuk merekrut kader/mahasiswa baru melalui mentoring wajib. Untuk
mengatasi persoalan seperti ini, kita bisa menyiasatinya dengan
mengadakan pra-mentoring.
Seperti apa pra-mentoring itu? Pada
prinsipnya, kita hanyalah ingin memanfaatkan momentum mahasiswa baru
yang masih berada dalam “kekuasaan” atau “kaderisasi” himpunan untuk
dikader. Untuk menyelenggarakan pra mentoring ini, kita bisa mengadakan
perjanjian dan kerja sama dengan himpunan agar aktivitas pra mentoring
ini dijadikan sebagai salah satu kurikulum pendampingan pengkaderan
himpunan atau kebanyakan di jurusan/kampus lain dikenal dengan nama IC (Instructure Commite).
Lalu materi apa saja yang disampaikan
pada pra mentoring padahal waktu itu belum keluar buku panduan mentoring
dari LDK? Jawabnya, tergantung pada kondisi masing-masing jurusan.
Namun pada umumnya, bagian kaderisasi himpunan telah memiliki kurikulum
tersendiri proses pengkaderan mereka, dan saya yakin diantara kurikulum
tersebut pasti terdapat arahan untuk membentuk karakter mahasiswa yang
bermoral dan beradab. Nah, disitulah kita bermain. Kita datang kepada
pihak himpunan sebagai orang yang mengerti pembinaan karakter sesuai
norma-norma agama yang kemudian kita menawarkan konsep-konsep ataupun
materi pendampingan yang relevan dengan misi tersebut, misal mencetak
kader jurusan yang loyal, amanah, jujur, dsb. Dengan menerapkan sistem
ini, maka kedudukan pra mentoring di mata mahasiswa baru adalah kuat,
baik dari segi birokrasinya maupun esensinya.
Kondisi tersebut diperuntukkan bagi
lembaga dakwah di jurusan/fakultas yang telah mampu merangkul
himpunannya untuk berpartner dalam membangun karakter mahasiswa barunya.
Namun realita yang ada tidaklah sama di setiap jurusan/fakultasnya.
Faktanya, kita menemukan beberapa jurusan yang himpunannya belum begitu
bersahabat dengan lembaga dakwah jurusannya. Jika kondisinya seperti
itu, maka lembaga dakwah jurusan dapat menggunakan independensinya
sebagai suatu lembaga (entah dibawah LDK pusat atau dibawah structural
himpunan) untuk melaksanakan aktivitas pra mentoring. Dalam hal ini yang
mutlak dilakukan lembaga dakwah jurusan adalah melakukan branding besar-besaran kepada mahasiswa baru bahwa lembaga dakwah juga merupakan organisasi yang ada di jurusan yang prestise-nya
setara dengan himpunan. Dengan begitu mahasiswa baru akan percaya bahwa
program yang diselenggarakan lembaga dakwah jurusan adalah program yang
penting layaknya program kaderisasi himpunan.
Pada prinsipnya, pra-mentoring disini
adalah sebagai awalan agar lembaga dakwah jurusan tidak “terlambat”
dalam melakukan pembinaan terhadap calon kader. Maka dari itu untuk
menjaga keoptimalan dan keberlanjutan dari aktivitas pelaksanaan pra
mentoring menuju mentoring wajib, perlu dilakukan pemetaan terhadap
komposisi kelompok mentoring yang disesuaikan dengan row materialmahasiswa
baru yang akan menjadi objek mentoring. Panitia mentoring jurusan dapat
melakukan pendataan melalui kuisioner (atau metode lain seperti
wawancara, telaah biodata) kepada mahasiswa baru yang kemudian dari data
tersebut kita dapat mengetahui mahasiswa-mahasiswa mana yang memiliki
kapasitas lebih dalam bidang keagamaan atau memiliki rasa interest yang
lebih kepada dakwah islam. Untuk mendapatkan data tersebut diperlukan
kuisioner yang efektif yang mengandung muatan-muatan pertanyaan yang
sesuai dengan kebutuhan kita.
Kuisioner tersebut dapat digunakan untuk
mendeteksi mahasiswa baru yang kemungkinan dulu telah aktif di dakwah
sekolah (ADS), aktif di kegiatan remaja masjid, atau mungkin juga
siswa/santri lulusan sebuah pesantren yang sudah hafal beberapa juz
dalam Al Quran. Lumayan kan?
Setelah kita dapatkan mahasiswa
berpotensi, maka kita kelompokkan mahasiswa-mahasiswa tersebut dalam
satu kelompok mentoring dan didampingi oleh mentor yang benar-benar
kompeten untuk melaksanakan pembinaan. Adapun kondisi ideal satu
kelompok mentoring terdiri dari 8 sampai 10 anak. Hal ini dimaksudkan
agar dari kelompok tersebut lahirlah kader-kader baru dan utama yang
nantinya akan menjadi pilar perjuangan dakwah jurusan setelah
kepengurusan lembaga dakwah berganti. Apabila pelaksanaan pra mentoring
ini berhasil, maka lembaga dakwah di jurusan tidak akan banyak menemui
kesulitan untuk dapat megondisikan mentoring wajib di jurusannya
masing-masing. Istilah gampangnya adalah tinggal melanjutkan kelompok
mentoring yang sudah terbentuk dan tidak perlu membuat kelompok baru
jika tidak benar-benar mendesak. Jika sudah sampai pada mentoring wajib,
maka materi yang diberikan haruslah mengikuti buku panduan mentoring
yang dikeluarkan oleh LDK selaku pelaksana teknis sebagai standarisasi
kurikulum mentoring.
Ada hal yang perlu kita soroti dari para
mentor-mentor jurusan dalam setiap pelaksanaan mentoring wajibnya
dengan para mente/binaan, yaitu mereka (para mentor) terlalu sering
menggembar-gemborkan secara berlebihan kepada mente-mentenya bahwa
aktivitas mentoring merupakan bagian dari kegiatan akademik mata kuliah
agama sebesar 2 SKS yang harus diselesaikan. Memang hal tersebut adalah
benar, namun hal itu akan memberikan dampak negatif berupa penanaman mindset yang keliru dan penempatan niat yang salah bagi para peserta mentoring. Jika memang para mente/binaan telah ber-mindset
bahwa mentoring adalah bagian dari mata kuliah agama yang harus
diikuti, memang benar selama satu semester mereka akan rajin datang
mentoring karena mungkin takut terhadap “ancaman” nilai agama mereka
akan buruk. Alhasil, jika seperti itu, pasca mereka (mente-mente) lulus
mata kuliah agama, mereka tak berniat lagi mengikuti mentoring.
Mentoring dicampakkan dan ditinggalkan begitu saja. Tentu bukan ini yang
kita inginkan. Maka dari itu, biarkanlah mente-mente kita menikmati
alur pembinaan mentoring yang telah kita program dengan menarik. Biarkan
mereka menemukan kesenangannya pada mentoring secara natural. Dengan
begitu kita akan mendapatkan kader yang murni latar belakangnya
bergabung dalam barisan dakwah ini adalah karena niat tulus karena
Allah.
Pasca periode mentoring wajib telah
habis, maka pembinaan dapat dilanjutkan dengan mentoring lanjutan. Untuk
konteks mentoring lanjutan ini, LDK pusat tidak lagi mengatur dan
menangani permasalahan secara teknis langsung. Mentoring lanjutan
diserahkan kepada lembaga dakwah jurusan/fakultas untuk dikelola secara
independen. Hal ini bukan berarti LDK Pusat lepas tangan. LDK selaku
pelaksana teknis tetap memberikan pelayanan dan memfasilitasi lembaga
dakwah jurusan agar dapat melaksanakan aktivitas metoring lanjutan
dengan nyaman. Pelayanan yang diberikan berupa suplai mentor, materi
e-book mentoring lanjutan, dosen pembimbing, dan konsultasi.
Pada hakikatnya, aktivitas pra
mentoring, mentoring wajib dan mentoring lanjutan merupakan satu
rangkaian program kaderisasi yang tak terpisahkan. Kesulitan itu pasti
ada, dan kesulitan atau keterbatasan itu adalah untuk diselesaikan,
bukan untuk ditakuti dan tidak selayaknya menjadi batu sandungan yang
akan menghambat kemajuan dakwah kampus. Semua tergantung pada kecerdikan
kita. Semoga bermanfaat. (pm)